Patok-patok merah yang menancap kuat itu menyebar mulai dari desa Sejati kecamatan Giriwoyo hingga pinggir pantai di kecamatan Paranggupito, tidak peduli di pinggir jalan, pekarangan rumah warga, atau bahkan dalam kandang sapi.
Tingginya sekitar 30 cm dari permukaan tanah dengan cat berwarna merah. Di atas patok berbahan semen itu terdapat tulisan huruf dan angka, BM 06, BM 07 dan seterusnya. Tak ada yang tahu apa arti kombinasi huruf dan angka itu.
Pak Tarno (60) saja, yang lahir dan tinggal di desa Sejati, sama sekali tak tahu sejak kapan patok merah ini tertancap di halaman belakang rumahnya. “Nggak tahu mas, nggak ada sosialisasi sebelumnya. Waktu saya pulang dari kebun, patok itu sudah ada di belakang rumah.” ujarnya, merengut. Hal yang sama juga dialami oleh warga lainnya yang pekarangannya dimasuki tanpa ijin, kemudian oleh petugas yang melakukan pematokan tersebut warga dilarang untuk mencabutnya.
Patok itu ada disitu sejak santer tersiar kabar akan dibangun pabrik semen di kawasan pegunungan kapur tersebut, tepatnya gabungan pertambangan batu gamping sebagai bahan semen, dan pabrik pengolahannya. Pemerintah Kabupaten Wonogiri sudah mengeluarkan Ijin eksplorasi kepada PT. Ultratech Mining Indonesia (UMI) bernomor 545.21 / 006/tahun 2011, selama 7 tahun. Tahapan ini meliputi tahap satu Eksplorasi selama 4 tahun, dan sisanya diakukan penyusunan Amdal dan Studi Kelayakan dalam 3 tahun. Kawasan yang eksplorasi yang diberikan tak tanggung-tanggung, luasnya mencapai 10.057,79 ha yang meliputi 5 wilayah kecamatan, kecamatan Wuryantoro, Eromoko, Pracimantoro, Giritontro dan Giriwoyo.
PT. UMI adalah perusahaan gabungan yang dibentuk oleh PT. Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di asia tenggara yang berpusat di Sukoharjo, dengan menggandeng Ultratech Cement, perusahaan semen asal india. Ultratech Cement adalah anak perusahaan Grasim Industries yang merupakan bagian dari Aditya Birla Group, salah satu kelompok bisnis terbesar di India. Lebih dari 60 persen dari pendapatan kelompok ini berasal dari operasi finasial ataupun industry di luar negeri yang terletak di 36 negara antaranya; Australia, Austria, Brasil, Kanada, Cina, Mesir, dan Indonesia.
Rencana penambangan Batu Gamping PT. UMI jadi perbincangan berbagai pihak dan masyarakat setempat. Setelah selesai tahap eksplorasi, perusahaan ini rencananya akan menggunakan area kurang lebih 840 Ha di desa Tirtosworo, desa Sejati, dan Kelurahan Girikikis sebagai lokasi perburuan batu gamping dan pembangunan industri semen.
Tak hanya akan membongkar gunung kapur, PT UMI ini juga akan menggunakan sumber air yang berada di Kecamatan Giriwoyo untuk proses produksinya. Padahal menurut Pak Karmin, Ketua sekaligus pendiri paguyuban Aja Kwatir, terdapat sekitar 51 sumber air di Giriwoyo yang akan terancam oleh kehadiran industri semen PT. UMI. Selain penggunaan air besar-besaran oleh industri semen, ancaman terbesar lainnya adalah hilangnya wilayah resapan air yang merupakan suplai air terbesar untuk sumber mata air di wilayah karst.
Sumber air sangat penting artinya bagi masyarakat Giriwoyo, pemanfaatannya mulai dari pengairan sawah hingga kebutuhan rumah tangga seperti untuk minum, mencuci dll. Namun sejak berhembusnya kabar akan adanya tambang batu gamping, ancaman kekeringan mulai manghantui warga. Maka tidak heran begitu besar kekhawatiran warga karena jelasnya ancaman kekeringan bila ada tambang batu gamping skala besar beroperasi di wilayah mereka.
Sumber mata air Teleng, salah satu sumber air di desa Sejati yang mengairi persawahan di desa Sendang Agung, pernah mengalami kekeringan akibat pertambangan batu gamping skala kecil yang letaknya di tepi jalan raya Giriwoyo-Pracimantoro, 200 meter dari mata air tersebut. Selain menyebabkan kekeringan, kerusakan lingkungan pun semakin terlihat mulai dari rusaknya struktur tanah, matinya tanaman, polusi, debu, dan tidak jarang menimbulkan suara bising yang mengganggu warga di area tersebut. Setelah delapan bulan beroperasi akhirnya warga melakukan protes yang berujung ditutupnya pertambangan tersebut.
Ancaman yang sama juga membayangi sumber Karang Pulut, sumber air yang menghidupi desa Tirtosworo bahkan sampai ke kecamatan Giritontro. Berdasarkan penuturan Gepeng dan Sugeng, pemuda tani dari desa Tirtosworo, ada titik pengeboran Eksplorasi di atas bukit yang berada tidak jauh dari sumber air Karang Pulut. Mereka menambahkan bahwa perusahaan juga melibatkan warga setempat untuk membantu pemasangan patok merah dan pengeboran Titik eksplorasi yang dibayar Rp.50.000 per hari. Beberapa warga yang terlibat dalam pemasangan patok dan pengeboran eksplorasi awalnya merasa takut untuk menolak hadirnya pertambangan karena mereka takut jika diminta untuk mengembalikan upah mereka.
Bertolak belakang dengan kekhawatiran warga, lima kepala desa dari kecamatan Giriwoyo malah berbondong-bondong mendatangi Pemeritah Kabupaten menyatakan dukungan mereka terhadap pertambangan batu gamping dan pembangunan industri semen di Giriwoyo. Berdasarkan penuturan warga, sebenarnya sudah beberapa kali diadakan pertemuan antara aparat desa, kecamatan dan kabupaten membahas pembangunan industri semen ini, namun belum pernah ada sosialisasi ke warga.
Sejak tersiar kabar akan adanya penambangan batu gamping dan pendirian industri semen di daerahnya, kehidupan warga mulai berubah. Dari sinilah mulai muncul penolakan warga terhadap rencana tersebut. Terhitung sudah ada dua paguyuban warga yang dengan tegas menolak kehadiran tambang, yaitu paguyuban Aja Kwatir dan Manunggal Jati.
Pada tanggal 14 Juni 2013 warga yang tergabung dalam Paguyuban Aja Kwatir yang didampingi oleh LPH YAPHI (Lembaga Pengabdian Hukum Yekti Angudi Piyadeging Hukum Indonesia) Solo, mengadakan kumpul warga. Seluruh warga yang hadir dalam pertemuan tersebut sepakat untuk menolak hadirnya pertambangan dan pabrik semen di wilayah mereka, walaupun sempat ada ketegangan ketika aparat dari polsek Giriwoyo, kecamatan dan pemda Wonogiri hadir mengikuti pertemuan tersebut. “Terus kita akan minum, mandi pakai air apa kalau airnya sudah kering buat pertambangan?” tegas salah satu ibu yang ikut dalam pertemuan tersebut. Alasan kompensasi pun ditolak oleh warga, mereka mengkhawatirkan keberlangsungan hidup anak cucu. “lebih baik kami capek nyangkul tanah sendiri dari pada menjual tanah untuk tambang. Yang penting hidup tenang” ucap seorang bapak yang sudah terlihat sepuh.
Kecamatan Giriwoyo memiliki luas wilayah 10.060,1306 Ha yang terdiri dari 16 Desa/Kelurahan. Perbukitan karst yang dibalut hijaunya pepohonan langsung tampak oleh mata ketika memasuki wilayah ini. Sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai petani kebun tumpang sari. Suasana keluarga Jawa yang guyub masih terasa kental di antara warganya. Rumah-rumah warga pun masih menggunakan konsep rumah adat jawa, memiliki ruang tamu luas yang biasa digunakan untuk pertemuan warga.
Potensi yang dimiliki kawasan karst di Wonogiri sangat besar sehingga pemanfaatan ruang dan pengaturan wilayah untuk pembangunan perlu perhatian khusus agar tidak merusak lingkungan. Kawasan Karst Memiliki Sumber Mata air dan sungai bawah tanah yang dapat menyuplai kebutuhan air tawar. Penambangan yang akan dilakukan oleh PT. UMI di Wonogiri akan mengakibatkan Perubahan bentang alam dan tanah. Air yang merupakan sumber penghidupan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, pertanian dan perkebunan pun akan kering.
1. Sub Satuan Wilayah Perencanaan Bagian Tengah ( SSWPB Tengah-A )
2. Sub Satuan Wilayah Perencanaan Bagian Tengah ( SSWPB Tengah-D )
Sumber: Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Giriwoyo
| ||||||||||||
http://jatam.org/saung-berita/info-tematik/284-pabrik-semen-mengancam-wonogiri.html |
Arsip dan Media Informasi yang transparan antar masyarakat yang menolak rencana pendirian Pabrik Semen di Giriwoyo dan Pertambangan Bahan Baku di Kecamatan Wuryantoro, Eromoko, Pracimantoro, Giritontro dan Giriwoyo Wonogiri
20131112
Pabrik Semen Mengancam Wonogiri
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar